Tradisi Cakalele Pulau Haruku

Pernahkah Anda menyaksikan roh yang mengamuk? Jika belum, maka cobalah datang ke Pulau Haruku, Maluku Tengah, Desember ini untuk menyaksikan pementasan Tari Cakalele. Tarian sakral masyarakat Hulaliu di Desa Adat Pelauw ini diambil dari kata ‘caka’ yang berarti roh, dan ‘lele’ yang berarti mengamuk.

Itu mengapa tarian ini konon tak boleh dipentaskan oleh masyarakat luar. Tarian ini menjadi sakral, bukan hanya karena namanya yang angker, tetapi juga signifikansinya sebagai simbol martabat masyarakat Hulaliu.

Konon, tarian ini tercipta sebagai bentuk ritual untuk melepas nenek moyang masyarakat Hulaliu kala hendak pergi melaut. Selain itu, Tari Cakalele juga dikenal sebagai tarian perang. Itu mengapa tombak, parang, dan salawaku (perisai tradisional Maluku).

Tari Cakalele umumnya ditampilkan berkelompok oleh sekitar 30 orang yang didominasi oleh laki-laki. Pementasan tarian ini selalu seru untuk disaksikan karena para penari akan bergerak dengan gagah diiringi alunan tifa, gong, dan suling bambu. Tak ketinggalan teriakan ‘Uale!’ yang berarti banjir darah dengan mata melotot dan pandangan tajam—bak roh yang tengah mengamuk.

Bahkan, zaman dahulu Tari Cakalele juga menampilkan para penarinya meminum darah musuh mereka sebagai persembahan untuk roh nenek moyang. Namun, seiring waktu prosesi ini digantikan dengan meminum darah ayam.

Jika Anda hendak berkunjung untuk menyaksikan Tari Cakalele Anda bisa menggunakan speed boat atau kapal-kapal dari Pelabuhan Tulehu. Namun sayang kapal-kapal yang menuju ke pulau haruku tidak memiliki jadwal tetap. Jadi, sebelum berangkat pastikan dulu jadwal keberangkatan dan kepulangan Anda agar tidak tiba-tiba terjebak. 

Tentu jika Anda sudah berada di sana jangan sampai lupa juga mengungjungi pantai-pantainya, seperti Pantai Hanimua, Pantai Liang, atau Pantai Lombo.