Nadran & Sedekah Bumi Gunung Jati

Ritual Nadran dan Sedekah Bumi di Gunung Jati menjadi momentum pariwisata nasional dan ikon kegiatan budaya Kota Cirebon. Dalam kegiatan ini akan ada belasan ogoh-ogoh yang diarak dari komplek makam Sunan Gunung Jati hingga bundaran Krucuk Kota Cirebon.

Ogoh-ogoh yang diarak merupakan hasil karya dari desa-desa di wilayah Cirebon. Kegiatan ini berakar pada tradisi syukuran masyarakat Cirebon kepada Tuhan atas rezeki dan hasil tangkapan para nelayan dan panen para petani.

Konon, nadran sudah ada sejak abad ke-15. Saat itu, Ki Ageng Tapa atau Ki Jumatan Jati, penguasa Cirebon, mengadakan syukuran setelah putrinya tamat pesantren di Karawang. Masyarakat lantas menggelar ider-ideran (arak-arakan), doa, hingga makan bersama di Pelabuhan Muara Jati.

Ketika sedang makan, Ki Ageng Tapa kedatangan siluman laut. Mereka meminta makanan agar ikut mendapat berkah. Mendengar itu, Ki Ageng Tapa, berjanji membawakan makanan yang diminta tahun depan. Nazar inilah yang kemudian disebut ‘nadran’. 

Hari ini, tradisi itu berkembang menjadi festival yang dirayakan oleh publik dari berbagai daerah. Setiap tahunnya, upacara Nadran dan Sedekah Bumi berhasil menggaet puluhan ribu pengunjung dari Indramayu, Majalengka, Kuningan, Tegal, Brebes, Subang, hingga Karawang.