Upacara Adat Serabi Kocor 2024

Masyarakat di Padukuhan Munggi dan Weteng, Semanu, Gunungkidul –daerah agraris yang dikenal tandus dan sering mengalami kekeringan–, memiliki cara tersendiri untuk mengatasi krisis air, yaitu lewat upacara adat Serabi Kocor.

Alkisah, Djong Katong, putra Prabu Brawijaya dari Kerajaan Majapahit, mengembara hingga sampai di suatu daerah yang kini menjadi Kabupaten Gunungkidul. Ketika sampai di wilayah Katongan, Nglipar, mereka meninggalkan jejak petilasan berupa belik (mata air) Katongan. Lalu, Djong Katong melanjutkan perjalanan dan singgah di Munggi, Semanu. Di Munggi, ia banyak menanam pohon kemrunggi. Untuk menghormati dirinya sebagai leluhur, warga setempat menjadikan jejak petilasan Djong Katong sebagai titik spiritual mereka.

Upacara Serabi Kocor dilaksanakan di tengah kemarau panjang, diawali dengan mujahadah warga di Masjid Arrahman, Munggi, pada malam Jumat Kliwon. Kemudian, tepat tengah malam, dua orang perwakilan dari masing-masing padukuhan melaksanakan Topo Laku Mendet Toya Suci (bertapa jalan kaki mengambil air suci) menuju belik di petilasan Jayeng Katong di Katongan, Nglipar, dengan membawa uborampe dan cendol untuk diberikan kepada juru kunci Jayeng Katong. Lalu, mereka kembali ke petilasan Djong Katong di Munggi dengan membawa air suci sebagai syarat upacara adat Serabi Kocor. Setelah upacara selesai, ratusan warga berebut serabi kocor dan dawet (yang telah dicampur dengan air suci) untuk mengalap berkah dari TYME yang biasanya satu atau dua hari setelah upacara, menurunkan air hujan yang menghidupkan padukuhan mereka.