Home > Eksplorasi >
Banggai dan Berbagai Hal Menyenangkan yang Kita Lupa Soal Menjadi Masyarakat Pesisir
Banggai dan Berbagai Hal Menyenangkan yang Kita Lupa Soal Menjadi Masyarakat Pesisir
Selama Anda hidup di Nusantara, dari mana pun Anda berasal, hasrat kelautan harus tetap terjaga.
Berbicara tentang laut, Indonesia tidak akan bisa dikesampingkan. Selama Anda hidup di Nusantara, dari mana pun Anda berasal, hasrat kelautan harus tetap terjaga. Sebab, dari lautlah kita, para penghuni Nusantara, bertebaran lalu berkembang.
Sulawesi, tentu saja, adalah salah satu elemen terpenting saat kita berbicara tentang budaya maritim Nusantara. Pulau besar yang warisan evolusi alamnya membuat bingung para naturalis ini, dikelilingi perairan yang kaya. Para penduduk pesisirnya telah lama dikenal sebagai pengarung laut yang cakap, berkat interaksi langsung dengan berbagai laut yang mengelilingi pulau tersebut: Laut Maluku dan Laut Buru di timur, Laut Banda di tenggara, Teluk Bone dan Laut Flores di selatan, Laut Jawa di barat daya, Selat Makassar di barat, dan Laut Sulawesi di utara. Belum lagi Teluk Tomini. Semua ekosistem laut tersebut berpadu, mengitari dan berkelindan, kemudian membentuk ekosistem laut yang unik di Sulawesi.
Perahu ukuran sedang yang biasa digunakan untuk mencari ikan di Banggai.
Masyarakat pesisir Sulawesi telah sejak lama memanen hasil lautnya. Namun, mulai akhir 1970an, mereka mulai riuh memanen keuntungan bahari lainnya, yaitu pariwisata. Sejak dekade 1980an hingga awal milenium, Taman Laut Bunaken di Sulawesi Utara menjadi primadona. Namanya sangat terkenal di seluruh dunia sampai-sampai pada tahun 1991 Pemerintah Indonesia meresmikannya sebagai Taman Nasional.
Setelah itu, tempat-tempat populer wisata kelautan terus bermunculan. Sebut saja Selat Selat Lembeh, Kepulauan Togean, Kepulauan Tukang Besi (Wakatobi), Pulau Buton, Taka Bonerate, Tanjung Bira, Teluk Donggala dan pesisir Gorontalo.
Kini, ada geliat lagi dalam peta pariwisata maritim Sulawesi. Banggai salah satunya.
Bagi mereka yang tidak mengenal kawasan timur Sulawesi, diperlukan peta untuk mengetahui dengan tepat posisi kawasan ini. Banggai terletak di bagian timur Provinsi Sulawesi Tengah. Ujung timur lepas pantainya berbatasan langsung dengan Pulau Taliabu yang menjadi bagian dari Provinsi Maluku Utara. Selat Taliabu yang menengahi kedua provinsi tadi, merupakan momok menakutkan bagi para pelaut, sebab arusnya begitu kuat.
Kawasan ini tercatat dalam sejarah berkat eksistensi Kerajaan Banggai di masa silam. Kini, dia terbagi menjadi tiga kabupaten dengan nama-nama yang membuat dahi berkerut, karena sulit dipahami. Simak saja: Kabupaten Banggai dengan ibukota Luwuk; Kabupaten Banggai Kepulauan yang berpusat di Salakan; dan Kabupaten Banggai Laut dengan Banggai sebagai ibukotanya. Ya, semua itu adalah area yang berbeda, dengan ibukota yang berlainan, dan jarak yang relatif jauh satu sama lainnya.
Jika ditilik dari potensi wisatanya, Banggai tidak kalah dari kawasan-kawasan tetangganya di Sulawesi. Mari kita bahas satu per satu.
Air terjun Piala di Luwuk.
Kabupaten Banggai dikelilingi perbukitan dan pantai-pantai dangkal. Jajaran bukit yang terdapat di daerah ini membentuk lanskap bukit berpantai dan sejumlah air terjun alami. Di sekitar Kota Luwuk terdapat banyak sekali air terjun. Beberapa mudah dijangkau, beberapa lagi terletak di lokasi-lokasi yang terpencil. Meski begitu, pesona air terjun sulit ditolak, sehingga banyak orang bersedia mengunjunginya. Air terjun Salodik, Piala, Laumarang dan Tontouan adalah beberapa dari sejumlah air terjun yang cukup dikenal publik di Luwuk. Artinya, masih banyak air terjun yang belum dipublikasikan, menunggu di-instagram-kan. Bisa jadi masih ada air terjun-air terjun yang belum ditemukan dan kelak akan dinamai sesuai kemauan penemunya.
Lalu, ada Pantai Kilo 5. Pantai berpasir putih ini tidak lebar, berair dangkal, dan berarus cukup tenang. Ia juga memiliki taman laut yang menawan. Tidak perlu berenang terlalu jauh, cukup 15 – 20 meter saja dari tepian kita sudah bisa menikmati keindahan terumbu karang dan ikan-ikan beraneka warna dan ukuran.
Pantai Kilo Lima di Luwuk.
Pengalaman estetis tersebut kontras ditingkahi kesibukan kota yang berlangsung tidak jauh dari situ, semisal lalu-lalang kendaraan bermotor dan sibuknya perdagangan. Jadi, bukannya tidak mungkin saat kita berenang mengagumi kelucuan ikan badut yang menari di antara anemon, agen motor di seberang jalan sedang tawar-menawar uang muka kredit dengan kliennya.
Atau, saat kira sedang menaksir ukuran terumbu karang otak jenis diploria labyrinthiformis, para pekerja bengkel las sedang riuh mengerjakan pesanan pagar rumah. Ganjil memang, tetapi menyenangkan!
Sementara itu, Kabupaten Banggai Kepulauan menawarkan lebih banyak pantai berpasir putih dan laguna bening hijau kebiruan. Tentu ini semua isinya pesona saja. Luk Panenteng dan Paisu Pook adalah contoh terbaik dari deskripsi “bening hijau kebiruan” tadi. Percayalah, saat melihatnya, kita tidak mampu menolak untuk berhenti sejenak dan mengagumi laguna-laguna anggun yang tersebar di Pulau Peleng, Banggai Kepulauan.
Paisu Pook di Banggai Kepulauan.
Sedangkan Kabupaten Banggai Laut jumawa dengan pantai-pantai cantiknya dan alam bawah lautnya yang menawan. Hal ini wajar, sebab Kota Banggai dilimpahi titik-titik selam yang merupakan habitat ikan hias kardinal Banggai. Ikan endemik ini sejak lama telah menjadi idola para pedagang dan pencinta ikan hias dari dalam dan luar negeri. Hingga saat ini ada 14 titik selam yang layak dijadikan primadona Kabupaten Banggai Laut; belum termasuk titik-titik yang masih tersembunyi.
Sekumpulan Banggai Cardinal Fish di Banggai Laut.
Kabupaten Banggai Laut juga memiliki Paisu Batongan, yaitu danau berair payau yang terletak tidak jauh dari Desa Mbuang-Mbuang, Kecamatan Bokan Kepulauan. Di sana hidup tiga spesies ubur-ubur tak bersengat yang hanya dapat ditemui di lima tempat di Indonesia. Empat tempat lainnya adalah Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur; Kepulauan Togean, Sulawesi Tengah; Pulau Muna, Sulawesi Tenggara; dan Kepulauan Sagaf (Misool), Papua Barat.
Tiga spesies ubur-ubur tak bersengat yang berumah di Paisu Batongan adalah ubur-ubur bintik (spotted jellyfish/Mastigias Papua), ubur-ubur emas (golden jellyfish/ Mastigias Papua Etpisoni) yang merupakan subspesies dari ubur-ubur bintik, dan ubur-ubur rembulan (moon jellfish/Aurelia Aurita) yang berbadan transparan.
Ubur-ubur Rembulan di Paisu Batongan, Banggai Laut.
Selain berbagai destinasi yang disebutkan di atas, pelesiran ke kawasan pesisir tentu akan lebih menyenangkan bila kita mengakrabi para penduduknya. Kebudayaan mereka yang terbangun beraroma laut, di bawah terik matahari dan biru cakrawala tentunya berbeda dengan masyarakat yang berkembang jauh dari laut. Nikmati perbedaannya, karena di Banggai, Anda tidak akan pernah berada jauh dari laut.
Kapal-kapal kayu adalah moda angkutan yang umum. Semua diangkut untuk didatangkan, mulai dari kebutuhan pangan, sepeda motor, perabot rumah tangga hingga tanaman artifisial dari plastik. Pokoknya, semua yang mereka anggap dapat meringankan keterbatasan hidup di kawasan pesisir yang jauh dari pusat modernitas. Kapal-kapal kayu tersebut tentunya juga berperan dalam mengangkut berbagai hasil laut menuju pasar-pasar yang lebih terbuka. Singkatnya, tugas mereka adalah mengangkut barang datang dan membawa pergi ikan.
Tapi jangan membayangkan bahwa kapal-kapal kayu ini bisa melaju cepat dan mampu mengangkut banyak muatan. Setiap perjalanan berjalan lambat, sangat lambat.
Bayangkan diri Anda menghabiskan waktu berbincang-bincang dengan sesama penumpang, kemudian tertidur, lalu terbangun, namun titik tujuan belum juga tercapai. Keakraban khas manusia Nusantara jelas terbangun melalui perjalanan-perjalanan seperti ini. Jadi, jangan heran bila di banyak perhentian, tawaran mampir bahkan menginap akan meluncur dari sesama penumpang. Di bawah cubitan panas matahari, kehangatan jiwa para penghuninya tidak pernah luruh.
Pergi ke Banggai tanpa menyicip jadi manusia lokal jelas sia-sia. Cobalah memancing cumi-cumi di laut lepas dalam satu sampan kecil bersama mereka. Atau menyelam bebas untuk berburu ikan dengan kacamata renang dan peluncur tombak buatan sendiri. Lalu, bermodal jeruk nipis, bawang merah, dan cabai, olah hasil buruan Anda di salah satu pulau kecil berteluk tenang berpasir putih. Tidak perlu api dan berbagai rupa peralatan masak. Ikan matang. The ultimate sushi! Dengan atau tanpa nasi, santapan Anda akan menghadirkan surga tepat di perut Anda.
Cerita-cerita tentang Banggai mesti terbaca menyenangkan dan memang begitulah adanya. Namun, Banggai bukanlah kawasan tanpa persoalan. Masalah yang masih mengganggu hingga saat ini adalah sumber daya, terutama langkanya infrastruktur. Tentu langka informasi mengenai Banggai. Paling-paling kita hanya pernah mendengar perihal Kota Luwuk, sebab beberapa cabang perusahaan pengeboran gas lepas pantai bermarkas di sana.
Berkat dukungan perusahaan-perusahaan tambang ini, Pemerintah Kabupaten Banggai beberapa tahun belakangan ini mulai menggenjot promosi pariwisatanya, meski belum terlalu gempita gemanya. Masalahnya, hal yang sama tidak dilakukan oleh kedua kabupaten lainnya, Banggai Kepulauan dan Banggai Laut. Maka, promosi pariwisata Banggai terdengar lirih dan tetap kalah pamor dibandingkan kawasan-kawasan bahari tetangga, seperti Kepulauan Togean dan Gorontalo.
Di Banggai, keselarasan kerja sama antarpemerintah daerah masih menjadi mimpi. Jika memang salah satu pilihan untuk memajukan kesejahteraan Banggai adalah pariwisata, maka masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan di Banggai, baik oleh pemerintah daerah maupun masyarakatnya. Harus berkerja sama tentu. Tetapi, jika pilihan yang diambil adalah diam saja dan menikmati apa yang ada, maka cukuplah mereka bersantai.
Saran saya, paling tidak satu kali dalam hidup Anda pergilah ke Banggai. Maka, Anda akan menyadari betapa menyenangkannya laut Indonesia. Meski saat tulisan ini dibuat, perjuangan untuk mengelilingi Banggai mengharuskan banyak-banyak sabar, ganjaran kesenangan yang akan Anda dapatkan bisa berlipat ganda atau bahkan berlipat tiga.
Masyarakat yang ramah, hangat dan baik hati khas penduduk Nusantara dapat Anda temui di berbagai pelosok Banggai. Tempat wisatanya masih sepi, tidak ada kompetisi.
Entah bagaimana saya bisa mengungkapkan perasaan bungah dan menyenangkan saat berada di tempat yang sunyi ini.
Atau abaikan saja saran-saran saya. Khawatir terlalu memaksa. Saya memang agak egois menyangkut hal-hal yang membuat saya senang.
Salam!