Logo Spektakel

Home > Sorotan > Kegiatan Budaya >

Berburu Paus di Lamalera

Berburu Paus di Lamalera

Teks: Redaksi
Foto: Don Hasman

Berburu Paus di Lamalera

Ritual menangkap baleo tidak hanya memiliki nilai sosial dan budaya tetapi juga religius di setiap aspeknya. Mulai dari persiapan, pembuatan kapal, pengangkatan layar sampai pelemparan tombak, semuanya diawali dengan doa. Menjelang penangkapan, diadakan upacara adat sekaligus misa untuk memohon berkah dari sang leluhur serta mengenang arwah nenek moyang yang gugur di medan bahari bergelut dengan paus.

Menangkap Baleo atau ikan paus adalah tradisi yang sudah dilakukan sejak ratusan tahun di Desa Lamalera, Nusa Tenggara Timur. April hingga Oktober, paus-paus bermigrasi dan melewati Laut Sawu. Pada masa itulah penangkapan baleo berlangsung.

Mereka tidak terjun ke laut atau mencari hingga ke tengah samudera melainkan tetap beraktivitas di darat sambil memantau lautan. Siapapun yang melihat paus akan meneriakkan ‘Baleo’ dan disambung bersahut-sahutan seisi desa. Mendengar kode pertanda kehadiran paus, Lamafa (pemimpin penangkapan paus) mengambil leo atau tali yang menjadi pusat dari semua tali peledang (perahu kayu tradisional untuk menangkap ikan paus). Leo terbuat dari unsur pepohonan di hutan itu disimpan dengan hati-hati di lango belle (rumah besar atau rumah adat) agar aman dari hujan dan panas. Berdasarkan tradisi nenek moyang, mereka hanya menangkap Koteklema, sebutan masyarakat setempat untuk paus Sperma (Physeter macrocephalus) dan tidak menangkap paus biru atau Kelaru.



Penangkapan paus di laut adalah perjuangan hidup dan mati. Begitu paus menyerah maka seluruh awak kapal berteriak ‘Hirkae’ dan paus ditarik ke pantai. Hasil penangkapan kemudian dibagikan kepada seluruh warga desa. Selain daging, masyarakat Lamalera juga memanfaatkan minyak paus sebagai minyak urut, bahan obat dan bahan bakar lampu templok.

Ritual menangkap baleo tidak hanya memiliki nilai sosial dan budaya tetapi juga religius di setiap aspeknya. Mulai dari persiapan, pembuatan kapal, pengangkatan layar sampai pelemparan tombak, semuanya diawali dengan doa. Menjelang penangkapan, diadakan upacara adat sekaligus misa untuk memohon berkah dari sang leluhur serta mengenang arwah nenek moyang yang gugur di medan bahari bergelut dengan paus.



Melalui jalur udara, terlebih dahulu transit di Kupang. Maskapai yang setiap hari beroperasi yakni Trans Nusa dan Susi Air, jurusan Kupang-Lewoleba. Sedangkan jalur laut dilayani oleh sejumlah armada, seperti Pelni KM Bukit Siguntang (0383 41521/41031) rute Makassar-Maumere-Lewoleba, kapal cepat Cantika Ekspres rute Kupang-Lewoleba setiap Rabu. Bisa juga dari Larantuka (Flores Timur) setiap hari, pagi dan siang, oleh KM Lewoleba Karya, KM Sinar Mutiara, Kapal cepat Fantasi Express, dan Ina Maria Ekspress).

Tidak ada kode berpakaian khusus untuk menghadiri acara ini. Selain menyaksikan tradisi berburu Baleo, Anda bisa berkeliling melihat keindahan alam dan budaya Lembata di Kampung Adat Lamagute, Kampung Adat Ile Lewotolok, Kampung Adat Jontona, Teluk Jontona, Kampung Lamalera, Bukit Cinta, kaldera gunung Ile Ape, Pantai Waijarang dan Kota Lewoleba. Anda juga bisa mendatangi Desa Wulondani yang terletak di atas pegunungan di mana tiap Sabtu digelar pasar barter. Para pengunjung membawa barang seperti sayur mayur dan rempah-rempah sampai bahan kebutuhan rumah tangga untuk ditukar dengan daging paus atau hasil tangkapan laut lainnya.