Logo Spektakel

Home > Folklor >

Roro Jonggrang

Roro Jonggrang

Zaman ketika naga-naga masih menguasai angkasa, tersebutlah sebuah kerajaan bernama Prambanan. Kerajaan ini menguasai wilayah yang luas dengan tentara yang kuat. Suasana damai meliputi penjuru negeri Prambanan, terlebih kerajaan ini menerapkan sistem sosialisme, dimana rakyat mendapatkan akses pendidikan serta kesehatan yang amat mumpuni.

Hingga suatu ketika, kerajaan Pengging yang dipimpin oleh raja yang lalim bernama Bandung Bondowoso melakukan ekspansi dan mulai menjajah kerajaan-kerajaan lain, dan Prambanan tak luput dari target Pengging untuk dikuasai. Setelah melalui pertempuran dahsyat, kerajaan Pengging akhirnya bisa menguasai Prambanan.

Bandung Bondowoso segera menerapkan sistem pemerintahan yang totaliter anti kritik. Siapa pun yang berseberangan dengannya, akan ditangkap dan dijadikan budak atau bahkan dimusnahkan baik secara terbuka maupun diam-diam melalui operasi senyap yang dilakukan intel kerajaan Pengging.

Bandung Bondowoso memiliki patih yang tak kalah kejam, namanya Patih Luhud. Pada dasarnya, operasional kerajaan Pengging dijalankan oleh sang patih, sedangkan Bandung Bondowoso hanya membuat peraturan-peraturan saja. Banyak peraturannya yang terlihat konyol. Sebagai misal, ia membuat peraturan bila terjadi bencana pagebluk, maka rakyat harus memberikan sumbangan kepada kerajaan - bahasa halus dari upeti yang sejak awal sudah mencekik kehidupan rakyat kecil.

Walau Prambanan sudah dikuasai, melalui kode etik antar kerajaan, Raja Prambanan beserta keluarga tetap dibiarkan hidup. Mereka tinggal di istana kecil, tempat mereka dikucilkan. Pada dasarnya, mereka hanya menjadi boneka dari pemerintahan zalim Bandung Bondowoso.

Walau pun berkuasa penuh, namun Bandung Bondowoso merasa rakyat belum mengakui seutuhnya. Berbagai cara melalui peraturan-peraturan konyol diterapkan, tetapi hasilnya tidak maksimal.

Patih Luhud kemudian memberikan saran agar Bandung Bondowoso mempersunting anak perempuan raja Prambanan yang bernama Roro Jonggrang. "Ini bukan sekedar pernikahan wahai paduka, tetapi sebuah usaha kongsi kekuatan strategis", demikian jelas Patih Luhud.

Tanpa buang waktu, Bandung Bondowoso datang ke raja Prambanan dan menyatakan niatnya. Tentu ini bukan permintaan, tetapi paksaan. Raja Prambanan tidak punya pilihan, tetapi ia bilang ke Bandung Bondowoso bila keputusan tetap ada di tangan putrinya semata wayang itu.

Roro Jonggrang bukan perempuan bodoh. Ia tahu bila niat Bandung Bondowoso sesungguhnya adalah  soal politik, bukan murni ingin menjadikannya permaisuri. "Datanglah besok, aku akan berikan jawabanku", begitu kata Roro Jonggrang ke Bandung Bondowoso.

Itu sekedar alasan Roro Jonggrang untuk melakukan rapat koordinasi terbatas dengan para cerdik pandai Prambanan. Rapat yang ia pimpin itu berjalan alot. Ada yang menyarankan Roro Jonggrang untuk menerima pinangan itu tanpa syarat, ada yang menolak, ada pula yang abstain kecuali ada pilihan yang menguntungkan bagi dirinya.

Roro Jonggrang kecewa berat dengan sikap-sikap politisi Prambanan yang ternyata tetap berusaha mendapatkan keuntungan dari situasi pelik yang ia hadapi. "Brengsek! Mentang-mentang aku perempuan, mereka pikir aku tak mampu mengatasi masalah ini!", ujar Roro Jonggrang geram.

Bandung Bondowoso datang sesuai janji. Membawa rombongan pejabat teras kerajaannya. Tanpa basa-basi, Bandung Bondowoso langsung menanyakan jawaban Roro Jonggrang. "Jadi, bagaimana wahai Roro Jonggrang?", begitu ujarnya.

Roro Jonggrang tampak tenang dan percaya diri. Ia membiarkan Bandung Bondowoso bertambah penasaran. Ia persilahkan Bandung Bondowoso untuk menyantap makan siang bersama, sembari mendiskusikan keputusan yang akan ia berikan. Bandung Bondowoso kesal, merasa dipermainkan. Tetapi ia tak punya pilihan selain menuruti ajakan Roro Jonggrang.

Di meja makan itulah Roro Jonggrang memberikan jawabannya. Sembari menyantap makan, ia menyampaikan persyaratan bila Bandung Bondowoso ingin menikahinya.

“Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya", ucapnya membuka perbicangan bilateral ini.

“Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?", balas Bandung Bondowoso.


“Bukan itu, tuanku. Saya minta dibuatkan candi, jumlahnya harus seribu buah. Dan semua harus selesai dalam waktu satu malam".

“Seribu buah?!” teriak Bandung Bondowoso. "Ini jelas ia mempermainkanku! Bila aku tidak menyanggupinya, mau taruh dimana muka ini?!", begitu celoteh Bandung Bondowoso dalam hati.

"Baik, aku akan penuhi permintaanmu! Akan aku bangun seribu candi dalam waktu satu malam. Semua yang ada di meja makan ini menjadi saksinya!", ujarnya dengan suara membahana. Segera ia bersama rombongan pejabat teras kerajaan Pengging meninggalkan istana raja Prambanan.

"Wahai rajaku, bagaimana cara paduka memenuhi permintaan tersebut?", tanya Patih Luhud.

"Tenang, aku ini sakti. Aku punya pasukan jin yang dipimpin oleh Jenderal Terawan, jenderalnya para jin. Dulu ia aku kasih janji-janji sehingga tunduk padaku. Aku akan kerahkan seribu jin untuk menyelesaikan proyek ini!", begitu jelas Bandung Bondowoso.

Tanpa membuang waktu, Bandung Bondowoso segera menghubungi jenderal Terawan. Dijelaskannya mengenai proyek Roro Jonggrang. "Ini semacam membuat ibu kota baru, tanpa perhitungan dan rencana matang, tetapi mesti dilaksanakan!", begitu perintahnya.

Jenderal Terawan tidak membuang waktu. Tetapi sebelum ia melaksanakan tugasnya, ia sempatkan untuk bernyanyi di hadapan pasukan jin yang ia pimpin. "Agar kalian semua semangat dan punya positive thinking!", begitu jelasnya. Pasukannya hanya bisa manggut-manggut dan menahan diri ketika mendengar suara pimpinannya yang menyanyi.

Segera setelah nyanyian itu selesai, pasukan jin segera bergerak. Hilir mudik kesana-kemari melaksanakan tugas masing-masing. Dalam waktu singkat bangunan candi sudah tersusun hampir mencapai seribu buah. Bandung Bondowoso yang mengamati jalannya proyek tersenyum puas. "Lihat itu Roro Jonggrang, bukan hanya negeri Cina yang bisa membangun gedung megah dalam hitungan hari, aku bahkan bisa membangun komplek candi dalam waktu semalam!", ujarnya dengan pongah.

Sementara itu, diam-diam Roro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Tentu semua ini diluar dugaannya, ia tak menyangka bila Bandung Bondowoso punya pasukan jin. Raja Prambanan yang menemaninya, menjelaskan bila semua raja sebenarnya punya pasukan jin, tapi pasukan jin yang dimilikinya tidak cekatan. "Itu kenapa kerajaan kita bisa ditaklukan Bandung Bondowoso. Pasukan jin yang mestinya memberikan informasi, telat dan menyebabkan koordinasi pasukan di lapangan kacau balau!", begitu jelas raja Prambanan kepada putrinya.

Roro Jonggrang tak menghiraukan penjelasan ayahnya. Sudah tidak relevan baginya. Saat ini ia harus putar otak untuk menggagalkan pasukan jin Bandung Bondowoso. Para cerdik pandai coba memberikan masukan, tetapi tidak satu pun terdengar efektif dan efisien. "Ide kalian tidak ada yang out of the box, semuanya penuh teori-teori canggih tapi tidak satu pun yang aplikatif", begitu balas Roro Jonggrang. Semua terdiam sambil bersungut-sungut.

Tetapi, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Roro Jonggrang adalah perempuan pandai. Munculah ide yang dia yakini bisa menggagalkan Bandung Bondowoso. Ia memerintahkan para dayang untuk mengumpulkan jerami dan menyebarkannya ke titik yang ia tentukan. Para prajurit ia perintahkan untuk mengumpulkan lesung dari para petani dan dijejer sesuai perintahnya.

Setelah semua tertata, Roro Jonggrang memerintahkan para dayang untuk membakar jerami dan prajurit menumbukan alu ke lesung, semua serempak - bersamaan dengan koordinasi tingkat tinggi. Alhasil, tindakan tersebut memunculkan efek halusinasi, seolah-olah fajar segera menyingsing. Warna merah dari jerami yang dibakar, terlihat seperti semburat matahari pagi dan alu yang dipukul-pukul ke lesung membangunkan ayam yang segera berkokok.

"Celaka, pagi telah tiba!", begitu ujar salah satu jin.

“Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari', sambung jin yang lain.

Para jin tersebut berhamburan pergi meninggalkan tempat itu. Jenderal Terawan pun turut pergi, karena ia juga berpikir sama seperti anak buahnya, tanpa melakukan cek lapangan secara terpadu. Alhasil, proyek candi mangkrak.

Bandung Bondowoso saat itu sedang terlelap setelah menenggak minuman keras. Ia pesta semalaman bersama para pejabat teras, karena ia pikir proyek berjalan lancar. Ketika matahari pagi yang sesungguhnya telah bersinar, Bandung Bondowoso terbangun. Dengan semangat ia langsung pergi ke istana Prambanan, tanpa sikat gigi. Dengan napas berbau alkohol serta hangover, ia mengajak Roro Jonggrang mengunjungi proyek.

Dengan penuh percaya diri, ia menunjukan kepada Roro Jonggrang mega proyeknya.

“Lihat! Candi yang kau minta sudah berdiri!”, katanya dengan jumawa.

Roro Jonggrang dengan tenang melihat ke segala penjuru sembari menghitung jumlah candi.

"Candinya kurang satu. Kalau kau tidak percaya, silahkan suruh anak buahmu menghitungnya", ujar Roro Jonggrang kalem.

Bandung Bondowoso tidak percaya dan segera diperintahkan semua anak buahnya menghitungkan. Semua menyatakan jumlah yang sama; 999 candi!

Bandung Bondowoso murka bukan kepalang! Ia mengamuk sejadi-jadinya!

"Dasar jin tidak kompeten! Kalian semua tidak kompeten! Pejabat-pejabat korup tidak tahu diuntung!", teriaknya sembari melempar batu-batu besar ke arah pasukannya. Salah satu batu melayang mengenai Patih Luhud dan mati di tempat. Sementara Roro Jonggrang menyaksikan itu semua dengan tenang.

Setelah amarahnya reda, Bandung Bondowoso melihat ke arah Roro Jonggrang.

"Aku akui kekalahanku wahai Roro Jonggrang. Apapun muslihat yang kau lakukan, kau berhasil menggagalkan proyek ini. Karena itu, aku akan buat patung dirimu di salah satu candi, untuk menghormatimu dan mulai saat ini aku tidak akan mengganggumu lagi", ujarnya sembari pergi.

Hari ini kita masih bisa melihat candi-candi tersebut, beserta patung Roro Jonggrang, simbol kemenangan Roro Jonggrang sebagai perempuan digdaya.