Home > Ini Indonesia >
Rowi Starling
Rowi Starling
Tidak ada upeti bagi Si Bos, tetapi komitmen dan rasa saling percaya untuk tidak mengkhianati satu sama lain. Si Bos mengurus tempat tinggal mereka, membantu mereparasi sepeda bila ada kerusakan, hingga menyediakan barang dagangan. Kesemuanya dilakukan secara organik, dengan ikatan primordial sebagai orang Madura—menjadikan musyarawarah sebagai tempat pengambilan keputusan tertinggi.
Apa yang paling “Jakarta” dari Jakarta? Starling alias Starbuck Keliling boleh jadi salah satunya. Istilah ini merujuk pada pedagang kopi yang berkeliling menggunakan sepeda. Mereka tersebar di seluruh penjuru kota Jakarta. Ada yang beroperasi di taman-taman kota, proyek gedung atau perumahan, serta berkeliling secara acak, berharap ada sekelompok tukang ojek online yang sedang beristirahat di trotoar memanggil mereka. Atau satpam gedung dan rumah mewah.
Ini cerita tentang mereka. Salah satunya bernama Sabrowi, akrab dipanggil Rowi, umur 22 tahun, asal Sampang, Madura. Rowi baru barang setahun menginjak Jakarta. Sebelumnya ia bekerja sebagai cleaning service kampus di Surabaya. Ia ke Jakarta menyambut undangan dari kakak iparnya yang sudah lama menjajah Jakarta, bersama ribuan orang Madura lain yang berprofesi sebagai tukang kopi, baik pangkalan atau berkeliling dengan sepeda.
Rowi dan sepeda andalannya, siap berkeliling ke taman-taman kota, proyek gedung atau perumahan, atau ke mana pun hingga ia distop sekelompok tukang ojek online yang sedang beristirahat di trotoar.
Rowi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan Nurul Ulum Pamekasan, Madura. Dia mengambil jurusan Teknik Komputer Jaringan. Tidak ada pekerjaan formal yang tersedia baginya selepas SMK, dan menjadi cleaning service kampus di Surabaya adalah kesempatan yang tak ia sia-siakan. Hingga suatu hari, ia dibujuk kakak iparnya untuk menjajal peruntungan di Jakarta, menjadi pedagang starling. Tanpa banyak pikir, Rowi berkemas dan Bis Madukismo mengantarkan dia ke Ibukota.
Setiba di Ibukota, tidak perlu waktu lama serta birokrasi yang bertele-tele untuk segera menjadi pedagang starling. Ia dikenalkan kepada sosok yang dipanggil 'Bos'. Si Bos membawahi 17 orang, termasuk Rowi. Sepeda operasional serta barang dagangan seadanya, sudah disiapkan untuk Rowi. Si Bos ini juga seorang pedagang starling. Ia berfungsi sebagai pelindung sekaligus mentor bagi rekan-rekan mudanya.
Tidak ada upeti bagi Si Bos, tetapi komitmen dan rasa saling percaya untuk tidak mengkhianati satu sama lain. Si Bos mengurus tempat tinggal mereka, membantu mereparasi sepeda bila ada kerusakan, hingga menyediakan barang dagangan. Kesemuanya dilakukan secara organik, dengan ikatan primordial sebagai orang Madura—menjadikan musyarawarah sebagai tempat pengambilan keputusan tertinggi.
Ketika Rowi ditanya apakah mungkin ia atau rekannya belanja barang dagangan dari tempat lain, jawabannya tidak. Bagi Rowi dan rekan-rekannya, apa yang sudah menjadi ketetapan dalam kelompok mereka, harus dijalani dengan komitmen utuh. Mereka tidak akan melanggar itu.
Sepeda beserta segala tetek-bengeknya yang dimodali Si Bos Starling.
Bila sekiranya pembaca budiman penasaran, apa saja produk yang ada di sepeda starling, Rowi memberikan kami kesempatan untuk melakukan observasi. Dan ini daftarnya:
- Nutrisari rasa Kelapa muda, Sweet Orange, Jeruk Nipis, Blewah, Anggur, Sirsak, Jeruk Peras
- Susu kental manis Bendera putih
- Susu kental manis Bendera coklat
- Luwak white coffee
- Good Day capucinno
- Good Day latte
- Torabika cappucino
- Torabika hitam
- Indoface Coffeemix
- Milo
- ABC kopi susu
- Energen
- Tora Cafe Milky Tea
- Grande White Coffee
- Cocholatos
- Beng Beng
- Kapal Api special mix
- Anget Sari Jahe Susu
- Sariwangi Milk Tea
- Kacang tanah
- Kacang kedele
- Jagung marning
- Popmie rasa bakso dan ayam spesial
Rowi hanya membutuhkan waktu satu minggu "pelatihan". Dimulai dengan mengikuti si kakak ipar ke tempat dagangnya di area Karet-Kuningan, kemudian ia disuruh kembali ke kontrakan, menyusuri rute yang ia lewati sebelumnya. Perlahan ekspansi rute ia lakukan ke seputaran Menteng-Cikini.
Rekan-rekannya turut membantu dengan memberikan berbagai macam informasi yang dirasa berguna, mulai dari area yang dianggap rawan kejahatan, hingga informasi mengenai kegiatan-kegiatan di ruang publik yang dirasa berpotensi untuk meningkatkan penjualan. Selayaknya manusia, pedagang starling bukan tidak rentan dari tindak kejahatan.
Beberapa kali Rowi mendengar kabar ada rekan sejawat dari kelompok yang berbeda, dirampas barang dagangannya oleh kelompok begal, ditipu, dan masih banyak musibah kriminal lainnya. Namun, hal itu tidak menyurutkan keberaniannya sedikitpun untuk terus berjualan. Baginya, semua sudah ditentukan oleh Maha Kuasa.
Sebagaimana pula cuaca. Hujan menjadi tantangan yang tidak bisa dihindari. Malam tahun baru lalu, mestinya bisa menjadi momen yang menguntungkan, sayangnya hujan melanda. Rowi hanya bisa menjual dua gelas kopi di malam itu. Kadang "musim laku" dagangan mengalami paceklik, walau cuaca mendukung. Berjam-jam ia mengayuh sepeda, mengitari rute yang sama beberapa kali, pulang ke kontrakan dengan nihil.
Bila nasib baik sedang menyapa, dalam semalam Rowi bisa mendapatkan pendapatan kotor sekitar Rp300 ribu, atau lebih. Tidak ada kata libur dalam kamusnya, setiap hari ia lalui dengan mengayuh sepeda ke jalan-jalan seputaran Menteng-Cikini. Jam operasional tetapnya adalah selepas waktu Ashar hingga jam 1 malam.
Rowi beraksi menyiapkan pesanan pelanggan. Minuman panas ataupun dingin siap menghilangkan dahaga.
Rowi tidak perlu khawatir soal stok air panas di termos dan persediaan es di tempat yang terpasang di belakang sepeda. Modus operandi umum para pedagang starling untuk memenuhi kebutuhan air panas serta es bila stok habis adalah dengan membelinya di warteg. Untuk air panas, tidak jarang pula mereka membeli dari warga.
Rowi tinggal di rumah kontrakan bersama 16 orang koleganya. Perbincangan mereka selepas berdagang tidak jauh dari berita-berita di kampung halaman, sesekali diselingi cerita lucu atau mengenaskan yang mereka alami hari itu. Ketika ditanya apakah Rowi bermain game online di hapenya, jawabannya jelas; tidak, karena bila dilakukan, pasti ia tidak fokus dengan dagangannya.
Sejak ia tiba di Ibukota tujuh bulan lalu, ia belum menyempatkan diri untuk pulang ke kampung. Orangtuanya sudah tiada sejak ia masih kanak-kanak, hanya tinggal salah satu kakaknya di sana, yang juga berprofesi sebagai pedagang. Rowi tidak punya mimpi yang muluk selain menekuni usaha ini. Baginya, apa yang ia punya saat ini adalah hal yang harus ia jalani dengan rasa syukur. Berangkat dengan niat, pulang dengan ikhlas.