Logo Spektakel

Home > Opini >

Menjadi Nusantara

Menjadi Nusantara

Indonesia hari ini adalah pilihan ganda tanpa ada celah untuk esai.

Indonesia di dunia maya yang saya selami tidak jauh berbeda dari apa yang dibingkai oleh media massa selama ini, utamanya televisi. Indonesia tampak seperti imaji 2 dimensi yang coba untuk meruang dan tentu saja gagal. Tawaran apa itu Indonesia dan keindonesiaan amat fakir imajinasi. Semua punya opini, tapi jarang punya solusi kredibel.

Indonesia hadir ketika ada kasak-kusuk SEA Games di Malaysia yang memunculkan segerombolan ultranasionalis dari berbagai jenis kelompok yang beberapa waktu lalu berkelahi soal Pilkada DKI Jakarta. Ketika ada yang menawarkan opini bahwa Indonesia sebenarnya tak lebih baik dari Malaysia, tak urung kena hajar mereka yang beberapa waktu lalu berteriak lantang soal demokrasi.

Indonesia hari ini menjadi Indonesia yang Islam dan bukan Islam. Indonesia hari ini adalah Jokowi atau bukan Jokowi. Indonesia hari ini adalah NU atau Muhammadiyah.

Indonesia hari ini adalah pilihan ganda tanpa ada celah untuk esai.

Indonesia hari ini hanya bisa diselesaikan dengan syariah. Apapun masalahnya, sholat adalah solusi. Berdoa kepada tuhan. Berdoa semoga Elon Musk juga mau jadi penasihat ekonomi Indonesia.

Kalau ada yang masih ingat berita Lia Eden minta izin mendaratkan UFO di Monas , menurut saya hal itu batal terjadi karena si alien takut ditanya agamanya apa. Indonesia hari ini diwakili oleh para bigot seperti Din Syamsyudin, Fadli Zon, Fahri Hamzah, Asma Ratu, dan seterusnya.

Indonesia itu sempit. Indonesia itu Jawa, Indonesia itu Jakarta, Indonesia adalah kolase dari potongan majalah usang. Indonesia tampak ada ketika bicara eksotisme alam situs wisata. Indonesia ada untuk Instagram saja. Kita mudah tepuk dada sembari berucap, “Keindahan Indonesia tiada tara di dunia!”

Mata kita tidak salah. Adalah kadar empati sosial dan keintelektualan yang perlu diperiksa.

Indonesia kita hari ini tidak punya KBBI yang terbaharui dengan baik. Indonesia kita hari ini mengenyahkan tradisi-tradisi masyarakat lokal. Indonesia kita hari ini mudah menertawakan yang liyan.

Indonesia kita hari ini membuat yang pintar tidak berbagi, yang bodoh menjadi penyebar pengetahuan dan kebanyakan dari kita merayakan mereka.

Kita mudah saja menjadi Indonesia tetapi sulit sekali menjadi Nusantara.