Logo Spektakel

Home > Sorotan > Profil >

Bottlesmoker, Merangkai Musik dari Perkakas Alam Semesta

Bottlesmoker, Merangkai Musik dari Perkakas Alam Semesta

Duo musisi asal Bandung kini punya misi menggali ilmu dan bentuk dari kosmologi musik Nusantara, untuk diterapkan di dalam alunan musik elektroniknya. Berikut cerita mereka, temuan-temuan dan penyadaran yang terjadi selama telah 17 tahun lebih berkarya; mendengar, mencecap, dan menjadi bagian dari khasanah musik Nusantara.

Pertemuan saya dengan Kang Angkuy (Anggung Suherman) dan Kang Nobie (Ryan Adzani), kedua personel Bottlesmoker, menyelip di antara hari-hari lengang-namun-penuh-acara menuju penghujung tahun. Saat itu Bottlesmoker juga sedang bersiap menyambut matahari tenggelam terakhir 2024 di pagelaran musik Urup, konser menutup 2024 dan menyambut 2025 besutan Kunto Aji yang berlokasi di Jogja. 

Nama Bottlesmoker agaknya secara tidak langsung menjelma jadi doa manifestasi perjalanan berkarya duo musisi ini. Ia merupakan sebuah terma yang lahir atas keisengan musisi pencetusnya, untuk merespon barang di sekitar. Kata Bottlesmoker merupakan hasil ‘sintesa’ dari dua kata; yaitu kata 'bottle' yang berasal dari botol bekas air minuman dalam kemasan, dan 'smoke', yang didapat dari puntung rokok yang masih berasap.

Kala kuliah dulu, mereka kerap menggunakan botol bekas air mineral sebagai asbak yang. Banyak sekali terkumpul bottle-smoke di kamar kost mereka, sampai-sampai menginspirasi nama Bottlesmoker. Sebuah konsep penamaan yang nyeleneh, unik, namun kontekstual dan tepat guna.

Panggung Bottlesmoker bukan hanya di panggung konser. Sering kali mereka berkolaborasi dengan musisi lintas-disiplin yang menantang mereka mengkonstruksi ulang berbagai jenis audio, bahkan karya mereka sendiri. 

Sejak 2006, sebetulnya duo ini sudah mulai aktif melanglang-buana sebagai entitas anonim di internet. Baru setelah dua tahun, mendeklarasikan diri sebagai duo berisikan Angkuy dan Nobie. Dari sanalah mereka berangkat manggung dan mengakar di skena musik, dari Bandung sampai mancanegara. Mengumandangkan musiknya di berbagai medium, dari internet, panggung konvensional, sawah, pembukaan pameran seni rupa, bahkan reruntuhan kota. 

Sekarang duo ini aktif membuat musik-musik yang terinspirasi dan/atau bernuansa musik tradisional, terutama musik tradisional Nusantara. Sebuah hasil dari kebetulan yang mencerahkan semenjak mereka menjadi dosen dan harus sekolah S2.

Musik Tradisional Memanggil

Momen S2 tersebut sebetulnya bukan pertama kali bagi personel Bottlesmoker untuk bersinggungan dengan musik tradisional. Saat di bangku SMP dan SMA, Angkuy dan Nobie sama-sama pernah bergabung dalam ensembel karawitan Sunda di sekolah. Keduanya aktif menjadi pemain legung dan bonang, walau tidak terlalu serius. Sebuah eureka moment yang dialami mereka berpuluh tahun kemudian, akhirnya membawa kembali pada instrumen-instrumen dan bentuk musik tersebut. 

Proses pengarsipan berbagai audio instrumen tradisional Nusantara yang dilakukan oleh Aural Archipelago. (Foto: Aset dokumentasi Aural Archipelago)

Menurut Angkuy, situs web Aural Archipelago dan bermacam jurnal mengenai musik tradisional banyak menuntun dan menemani perjalanan Bottlesmoker dalam menjelajah lebih dalam menuju jagat musik tradisional. Jalan semakin terbuka untuk menjelajah aspek musik-musik tersebut secara antropologis. Pada beberapa kesempatan, mereka pun sempat melakukan pengamatan dan penelitian musik Tarawangsa secara langsung di Jawa Barat.

Cerita dan pengetahuan yang didapatkan dari penjelajahan tersebut tertoreh dalam album Parakosmos (2017). Kelahiran album ini cukup monumental sebagai penanda hadirnya ‘panggilan karya’ Bottlesmoker di ranah musik tradisional. Walau kala menyambut kelahirannya, Bottlesmoker malah ditinggalkan hampir 80% pendengar mereka yang sudah ada. Musik di album Parakosmos dinilai cukup jauh berbeda dari Bottlesmoker yang mereka kenal, tukas Angkuy.

Hal tersebut toh tidak menyurutkan niat Bottlesmoker untuk mendalami panggilan baru ini. Misinya saat ini, walaupun dalam prakteknya cukup menantang, adalah tetap menyampaikan pesan menggunakan musik elektronik dengan pendekatan musik tradisional untuk khalayak Indonesia. Terus menularkan bentuk-bentuk dan macam pengetahuan dari musik tradisional Nusantara yang mereka tangkap. Mereka mengakui, pendengar luar negeri mungkin dapat lebih mudah menerima bentuk ini. Dengan pendekatan etnik khas Nusantara, mereka dianggap unik; ceruk untuk musik eksperimental, pun, cenderung luas di sana. Namun tetap, menularkan api, mengalirkan setrum, kepada sumbu-sumbu kreatif yang menyala di rumah sendiri merupakan hal yang berkesan bagi duo ini. 

Parakosmos, album yang menjadi penanda "kelahiran" kedua Bottlesmoker dengan eksplorasi dan eksperimen terhadap ragam jenis instrumen musik Nusantara. 

Perlahan-lahan, dari album ke album, pertunjukan ke pertunjukan, duo ini tetap berusaha membangun kembali ceruk penonton yang bisa turut menikmati musik mereka. Sebagai entitas kreatif yang berumur relatif matang, Bottlesmoker pun sudah tidak terlalu silau dengan label yang besar, atau panggung musik tekno yang hingar-bingar. Beberapa tawaran ke arah sana lebih banyak disesuaikan dengan misi kreatif mereka untuk berbagi tentang musik Nusantara.

Musik Sebagai Bagian dari Tatanan

Salah satu hal yang membuat Bottlesmoker jatuh cinta pada musik tradisional merupakan sifatnya yang terintegrasi pada keseharian dan tata makhluk, tata benda semesta. Hal tersebut membawa mereka untuk bukan hanya mempelajari dan menciptakan musik untuk jagat manusia, melainkan peran musik di jagat tanaman juga. 

Plantasia (2021) merupakan album kala pandemi yang hadir sebagai salah satu hasil eksplorasi tersebut. Karena kebetulan pada masa itu juga tidak bisa menggelar konser untuk manusia, dan panggilan-panggilan manggung hilang semua, maka sekalian saja duo ini meracik suara-suara untuk tanaman. Mereka memilih frekuensi yang dinilai tepat dan tempo yang dibayangkan cocok untuk tanaman. Plantasia dihadirkan sebagai album dan konser yang dimainkan untuk tanaman. Suara-suaranya pun banyak dihadirkan dari hasil sampling sinyal-sinyal listrik yang dialirkan melalui tanaman.

Penggunaan unsur tumbuh-tumbuhan yang kini menjadi salah satu ikon penampilan panggung Bottlesmoker.

Perkakas Alam Semesta

Nobie bercerita, sekarang proses pengkaryaan mereka lebih terperinci. Memilih nada dan tempo jadi lebih didalami makna dan tujuannya, tidak sekedar karena enak didengar, namun juga agar tepat guna. Hal itu sejalan dengan sudut pandang mereka saat ini mengenai musik. Saat ditanya mengenai apa arti musik bagi mereka, Angkuy dan Nobie kurang lebih sepakat bahwa musik yang sekarang mereka hidupi merupakan sebuah ciptaan yang dapat bernilai ‘utility’ atau nilai guna. 

Musik yang mereka ciptakan dicita-citakan agar bisa jadi "perkakas" yang dapat membantu lewat bermacam aspek. Seperti misal membantu proses terapi penyakit jiwa, membantu relaksasi, atau malah mungkin untuk membantu produksi agrikultur melalui susunan tempo dan frekuensinya. Salah satu perhentian terdekat bagi perjalanan kekaryaan grup ini adalah menjadi alat pembangun emosi dan atmosfer, penginduksi berbagai rasa melalui folley dan scoring di film. Mereka mengaku telah ada beberapa peluang untuk masuk ke ranah tersebut. Tentu saja dengan semangat membawa peran musik seperti yang telah dipegang musik tradisional; menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. 

Dengan warnanya sendiri, grup ini terus berusaha menjalani misi hidupnya menjadi alat yang merespons dan menangkap fenomena-fenomena dalam tatanan alam. Membawa musik sebagai "perkakas alam semesta" lewat bentuk-bentuk yang unik, dan mungkin terkadang tidak terpikirkan. Seperti botol air minum dalam kemasan yang difungsikan sebagai wadah puntung rokok; Bottlesmoker.