Logo Spektakel

Home > Sorotan > Kegiatan Budaya >

Jazz Calung; Escargot Bertemu Kraca

Jazz Calung; Escargot Bertemu Kraca

Teks & Foto oleh: Redaksi

Jazz Calung; Escargot Bertemu Kraca

Kolaborasi jazz - calung ibarat menyuguhkan kraca dengan escargot, serta mencampurkan wine dengan ciu. Spektakel bersama Caping Park, banyumas, mempersembahkan proyek residensi dan konser band jazz Prancis, Ozma yang berkolaborasi dengan grup Calung Banyumas Kencana Laras, Baturraden - Purwokerto.

Bulan November 2018 lampau, Spektakel memberanikan diri mengambil sebuah proyek kolaborasi dengan agensi musik dari Prancis-China, Tsong Dao Production. Band jazz asal Prancis, Ozma, akan datang ke Indonesia untuk tur kecil dan sang manager ingin mengalami sebuah proyek kolaborasi sesederhana apapun dengan musisi lokal. Spektakel menjawab harapan itu.

Dimulai dari email Cecile Chesnais dari Tsong Dao di bulan Juli 2018 masuk ke inbox kami, menjelaskan bila ia mendapatkan kontak Spektakel dari teman dari agensi Prancis lain, Sonia Stamenkovic. Cecile menjelaskan perihal rencana tur kecil Ozma ke Indonesia yang akan tampil di Ngayogjazz Yogyakarta, kemudian di Jakarta serta Bandung yang di kedua kota tersebut akan tampil di auditorium Institut Prancis di Indonesia (IFI).

Ozma, band jazz kampiun Prancis yang pada saat itu beranggotakan Stephane Scharle di drum, sekaligus komposer band, ditemani Edouard Sero-Guillaume di bass, Julien Soro pada saxophone, Guillame Nuss dengan trombon, serta Tam De Villiers (gitar). Mereka menyebut dirinya sebagai paduan dari John Coltrane bermain bersama Rage Against The Machine, Ravi Shankar jamming dengan Pink Floyd or Amon Tobin remixing a la New Orleans fanfare.

Anggota utama grup Kencana Laras, Banyumas.

Email berbalas email dengan Cecile, diselingi Skype meeting untuk memadukan ide serta semangat kolaborasi. Dari Spektakel, munculah ide “berani”; residensi singkat di Banyumas Bersama grup calung setempat.

Soal memadukan musik jazz modern dengan musik tradisi gamelan bukan hal yang baru. Djadug Ferianto (alm.) serta Krakatau Band, sedikit dari para penggagas fusion jazz dengan gamelan di era modern. Namun belum banyak yang menggali calung.

Mengutip tulisan Asep Triyatno, masalah keaslian Calung dari Banyumas memang masih diperdebatkan. Beberapa pendapat mengatakan bahwa calung ini adalah kesenian yang berasal dari Sunda yang kemudian diadaptasi oleh masyarakat di wilayah Banyumas. Dalam versi lain, calung dianggap sebagai  perkembangan dari seni Bongkel yang ada di Desa Gerduren, kecamatan Purwojati, Banyumas.

Kencana Laras Bersama Ozma untuk latihan.

Kata “calung” berasal dari singkatan dalam bahasa Jawa, yaitu “carang pring wulung” yang memiliki arti pucuk bambu wulung atau “pring dipracal melung" – 'melung' yang artinya bambu diraut bersuara nyaring. 

Calung Banyumasan terdiri dari beberapa instrumen yaitu seperti gambang barung, gambang penerus, dhendem, kenong dan gong sebul yang dimainkan dengan cara disebul atau ditiup. Laras yang digunakan dalam kesenian musik Calung Banyumasan ini sama seperti laras Gamelan Jawa, yaitu laras pelog dan laras slendro, slendro.

Pada masa awal penyebaran Islam, seni calung digunakan sebagai alat untuk memanggil atau mengumpulkan anak-anak untuk diberikan pengetahuan baru yaitu tentang ajaran Islam. Seni calung berkembang di wilayah Banyumas yaitu wilayah budaya kulonan yang memiliki karakteristik cenderung apa adanya (cablaka/blakasuta), lugu dan aksen ngapak. Ciri khas ini tercermin pada syair-syair lagu yang dipadu dengan irama musik calung serta senggakan-senggakan yang terkesan vulgar.

Perjumpaan Ozma Dengan Kencana Laras

Kencana Laras pimpinan Bapak Agus Priyatno ini berdomisili di Baturraden, Purwokerto, Banyumas – beranggotakan manula-manula dari desa sekitar markasnya. Rerata para anggota Kencana Laras berumur 60 tahun ke-atas dan semuanya berprofesi sebagai petani atau buruh tani.

Pak Agus memulai grup ini bukan sekadar berdasarkan kecintaannya akan musik calung, tetapi juga merespon permintaan warga-warga sepuh akan kegiatan selain turun sawah. Mereka ingin punya hobi yang bermakna. Maka dibentuklah grup Kencana Laras ini di tahun 2012. 

Setelah berembuk dengan Pak Agus, kami sepakati jadwal residensi dilaksanakan tanggal 19 hingga 20 November 2018, bertempat di rumah Pak Agus yang sekaligus markas Kencana Laras. Entah kenapa November 2018 cuaca amat mendukung, tak terlihat ada gejala akan hujan, sehingga Pak Agus berani memutuskan untuk berlatih di pelataran rumah, ketimbang mencari tempat lain.

Anggota Kencana Laras cukup cair, siapapun boleh bergabung asal berkomitmen untuk latihan.

Sang istri bertugas untuk membantu mengelola jadwal latihan serta konsumsi untuk semua orang. Awalnya beliau ragu bila sekadar menyiapkan makanan rumahan masakan sendiri, tetapi kami meyakinkan beliau bila Ozma tidak perlu diperlakukan khusus, lebih dari bagaimana tamu dihormati sewajarnya.

Ozma yang kala itu sudah ada di Yogyakarta, telah mendapatkan itinerari lengkap dengan semua rincian dari Spektakel. Minibus kami siapkan untuk mereka berpindah tempat dari Yogyakarta ke Baturraden dan selama ada di Banyumas.

Pertemuan pertama Ozma dengan Kencana Laras terjadi ba’da Ashar. Tuan rumah terlihat agak grogi menyambut mitra kolaborasinya. 

Ndak mas, saya grogi bukan karena mereka bule dan Bahasa Inggris saya hanya cukup 'yes' or 'no'. Saya takut musiknya ga ketemu”, jelas Pak Agus.

Rombongan Ozma terlihat hangat dan sangat ramah. Mereka amat menghargai kesediaan Kencana Laras untuk berkolaborasi, meluangkan waktu serta tenaga mereka. Ternyata, Stephane sebagai pimpinan Ozma juga grogi!

“Sebenarnya sejak dalam perjalanan ke Banyumas, saya banyak berpikir tentang apa yang mesti kami sesuaikan agar kolaborasinya berjalan baik. Saya yakin mereka sebagai musisi tradisi pastinya punya pakem yang harus saya hormati”, ujar Stephane.

Selama latihan, mereka banyak coba-coba, mengenali gaya masing-masing.

Kami membiarkan kedua belah pihak untuk mengakrabkan diri dahulu. Teh, kopi, serta berbagai rebusan tersaji untuk menemani mereka semua bercengkrama. Kami bahkan meminta kawan yang ditugaskan untuk menjadi penerjemah untuk tidak terlalu terlibat, agar proses komunikasinya berjalan alami.

Tiga puluh menit terasa singkat, dan mereka mulai menempati posisi masing-masing. Penabuh kendang kencana Laras malah terlihat tidak sabar untuk mencoba memulai petualangan kolaborasi ini. Berujar dalam dialek Banyumasan;

Juh, dimulai kiye! Kendange mesti dipanasi!”. Semua terkekeh melihat mimiknya yang serius tetapi lucu.

Kencana Laras memulai terlebih dahulu. Mereka memainkan beberapa lagu yang biasa mereka mainkan. Ozma memperhatikan dengan seksama dan tampak berdiskusi satu sama lain. Mereka terlihat serius sekali untuk memamah alunan calung yang mereka dengar secara langsung untuk pertama kalinya.

Ketika selesai, alih-alih Ozma langsung memulai bagian mereka, malah asyik berdiskusi dengan Kencana Laras tentang komposisi-komposisi yang baru saja dimainkan, sembari sesekali mengulang. Kedua belah pihak terlihat sangat cair dan antusias. Tiba-tiba, bahasa lisan tidak lagi menjadi kendala, karena mereka bercengkrama menggunakan bahasa universal; musik!

Masakan Yang Menyentuh Lubuk

Tak terasa sudah jam 8 malam. Para musisi asyik saling melempar omongan satu-sama lain. Sesekali mereka mencoba partitur yang mereka bicarakan. Hingga Si Ibu menghentikan mereka untuk makan malam yang sudah disediakan secara prasmanan.

Sesuai adat kesantunan, semua mempersilahkan Ozma untuk mulai mengambil makanan duluan. Si Ibu terlihat grogi, takut masakannya kurang cocok di lidah para bujang Prancis – tutur beliau.

Menyempatkan mengajak Kencana Laras makan siang Bersama di rumah makan Putri Gunung, salah satu rumah makan terbaik di Banyumas.

Setelah semua mengambil makanannya, mereka duduk santai di lantai teras rumah. Makan sembari bercengkrama. Kemudian tetiba Tam si gitaris, bertanya dengan sopan; “Saya boleh nambah?”

Si ibu senang bukan kepalang mendapatkan pertanyaan itu. Tentu sebagai tuan rumah tak ada yang lebih membanggakan dari tamu yang ingin menambah suguhan dari masakan tuan rumah. Tanpa bermaksud melebih-lebihkan, Si Ibu kemudian menitikan air mata haru, melihat masakannya ludes dihajar para bujang Prancis.

Pertunjukan Yang Memukau

Latihan Bersama dilanjutkan keesokan harinya. Waktunya bahkan lebih awal, lepas dzuhur semua sudah siap dengan instrumen masing-masing. Sekali lagi, kami tak banyak ‘cawe-cawe’ dengan proses mereka. Kami di lokasi hanya untuk berjaga-jaga bila ada hal teknis yang butuh bantuan kami. Di hari ke-2 latihan, mereka bahkan baru kelar jam 22:30 malam.

Dan tibalah di hari puncak, 21 November. Panggung pertunjukan sudah berdiri megah di Caping Park sebagai mitra venue. Kru Braling, vendor penyedia kebutuhan pertunjukan tampak sibuk lalu-lalang. Sekali lagi, kami beruntung, cuaca sampai dengan hari puncak masih ramah kepada kami.  Mendung sempat menghampiri, sebelum dimakan matahari.

Kencana Laras dan Ozma gladi resik sebelum pertunjukan.

Udara sejuk Baturraden menemani kerja di lapangan. Tenda-tenda untuk para penampil sudah tersedia rapih, lengkap dengan sajian untuk mereka. Baik Ozma maupun Kencana Laras, mereka berada di tenda yang sama, tak dibedakan. Keduanya sudah tampak akrab sekali.

Check sound sudah dimulai sejak jam 3 sore. Bergantian mereka gladi resik, termasuk kompisisi-komposisi hasil kolaborasi mereka. Secara sekilas, terdengar sangat menarik – walau belum diformat sesungguhnya.

Hingga sore berganti malam. Udara semakin dingin di lereng Baturraden. Pengunjung mulai berdatangan. Ada serombongan keluarga yang datang, ternyata pemilik rumah makan yang pernah kami hampiri. Beliau dan keluarga ingin menonton “Tamu Prancis yang makan lahap di warung kami”, ujar mereka.

Sekitar 150-an orang hadir, dengan tiket seharga Rp15.000 yang kesemua hasil penjualan tiket kami dan pihak Caping Park sepakati, diberikan seutuhnya kepada Grup Kencana Laras, selain mendapatkan honor dari Spektakel untuk partisipasi mereka di proyek ini.

Kolaborasi Ozma dan Kencana Laras di atas panggung.

Tepat jam 20:00, Kencana Laras naik panggung, dan memainkan 2 reportoire sebelum Ozma bergabung dengan mereka. Hasil dari latihan keduanya bersepakat mengolah 3 lagu, karena waktu latihan yang tidak cukup. Ketimbang mengejar banyak lagu tapi tidak matang, akhirnya mereka mengolah 3 lagu; dua lagu dari Kencana Laras, dan satu lagu dari Ozma. Dua lagu dari Kencana Laras direspon Ozma, dan satu lagu dari Ozma direspon Kencana Laras.

Lagu kolaborasi pertama berjudul "Sekar Gading" sukses dibawakan kedua grup musik dari dua negara tersebut. Bahkan dalam perpaduan alunan musik tradisional Banyumasan ini, sangat menarik dan energik menjelang akhir lagu.

Nada-nada cepat yang dimainkan band Jazz Osma terus diikuti dengan tabuhan alat musik Calung Banyumasan yang terdiri dari calung barung, calung penerus, klentem, ketuk bass atau gong dan kendang yang membuat penonton terus terkagum-kagum melihat penampilan keduanya.

Dilanjutkan dengan kolaborasi lagu kedua berjudul 'Baturraden' yang irama musik Calung Banyumasan sedikit kuat dipadukan dengan musik Jazz, kedua grup musik tersebut pun mampu mengimbangi semua nada-nadanya. Ditambah lagu ketiga yang lebih pada permainanan instrumen alat musik saxophone dan trombone yang diiringi musik Calung Banyumasan yang juga diperkuat pada permainan kendangnya membuat para pengunjung makin terpana dengan penampilan tersebut.

Suasana konser Jazz Calung.

Sekitar jam 21:30 pertunjukan usai. Ditutup oleh penampilan Ozma selama 50 menit yang tetap membius penonton. Sesuai klaim Ozma, paduan dari John Coltrane bermain bersama Rage Against The Machine, Ravi Shankar jamming dengan Pink Floyd or Amon Tobin remixing a la New Orleans fanfare – hadir di lereng gunung Slamet malam itu.

Rombongan Kencana Laras turut menyaksikan penampilan Ozma hingga selesai, sebelum mereka pamit pulang terlebih dahulu. Di belakang panggung mereka sekali lagi bercengkrama. Ozma juga turut pamit karena esok pagi jelang siang harus meluncur ke Bandung untuk rangkaian tur mereka.

Istri Pak Agus dan beberapa musisi Kencana Laras tambah menitikan air mata haru. Tak dinyana, perjumpaan singkat mereka memberikan kesan mendalam. “Seperti dapat sedulur baru”, ujar mereka.

Bagi Spektakel, proyek ini memberikan banyak pembelajaran mengenai tata kelola, khususnya terkait metode kerja kultural dengan kelompok-kelompok seni tradisi serta pelibatan komunitas lokal dalam prosesnya. Bagaimana proyek semacam ini bisa mendistribusikan manfaat pengetahuan serta ekonomi.

Pembaca budiman bisa menonton saripati pertunjukan mereka di sini.