Logo Spektakel

Home > Sorotan > Tradisi >

Ramu Jamu Nusantara

Ramu Jamu Nusantara

Bicara soal jamu ajaib yang bisa bikin kuat, di Nusantara ini punya kepercayaan akan ramuan-ramuan jamu yang dapat meningkatkan kesehatan serta vitalitas. Jamu-jamu ini terasosiasikan dengan urusan seks kaum pria, walau sesungguhnya bahan-bahannya juga berguna untuk perihal-perihal lain.

"Tidak Obelix, kamu tidak boleh ikut minum", adalah kalimat ikonis dari Panoramix kepada Obelix ketika ia meminta setetes saja jamu ajaib Panoramix. Bagi pembaca komik, Petualangan Asterix hampir bisa dipastikan adalah komik yang jadi salah satu bacaan wajib—apalagi bila tumbuh di era 80an. Anda pasti akrab dengan tokoh-tokohnya, seperti Panoramix si dukun, Asterix dan Obelix para pejuang, Idefix anjing kecil Obelix yang pemberani, dan seterusnya.

Dalam semua kisah petualangannya, Asterix selalu dibekali jamu ajaib Panoramix sebagai senjata ampuh ketika harus kelahi dengan pasukan Romawi. Sedangkan Obelix tidak boleh lagi minum jamu ajaib ini (kecuali di seri Petualangan Asterix di Mesir), oleh sebab sewaktu bayi, Obelix terjatuh ke panci penuh dengan jamu ajaib dan meminumnya hingga habis. Itu kenapa Obelix kuat tak terkira dan punya nafsu makan luar biasa.

Komik ini mengisahkan sebuah desa Galia mungil tepi pantai Armorik (dahulu adalah daerah Gallia kuno, sekarang dikenal sebagai Brittany atau Bretagne dalam bahasa Prancis) sekitar tahun 50 SM. Desa ini menjadi istimewa karena merupakan satu-satunya bagian dari Galia yang belum berhasil ditaklukan oleh Julius Caesar dan legiun Romawinya. Penduduk desa itu dapat memperoleh kekuatan super dengan meminum ramuan ajaib buatan dukun Panoramix. Satu sisi dari desa Galia ini dilingkupi pantai dan sisanya adalah hutan yang dijaga ketat oleh empat garnisun Romawi yang selalu memata-matai desa.Pada tiap akhir petualangan, selalu ditutup dengan pesta pora di alun-alun desa.

Kisah rekaan ini terasa apik dan meyakinkan berkat Rahartati Hardjasoebrata yang menjadi penerjemah komik ini selama 35 tahun - berhasil membuat terjemahan komik Asterix menjadi amat relevan dengan pembaca Indonesia. Terjemahan dialog dengan guyonan-guyonannya, dibuat dengan citra rasa dan panca indera lokal.

Bicara soal jamu ajaib yang bisa bikin kuat, di Nusantara ini punya kepercayaan akan ramuan-ramuan jamu yang dapat meningkatkan kesehatan serta vitalitas. Jamu-jamu ini terasosiasikan dengan urusan seks kaum pria, walau sesungguhnya bahan-bahannya juga berguna untuk perihal-perihal lain.

Sebut saja pasak bumi, nama latinnya Eurycoma longifolia, banyak tumbuh di pulau Kalimantan dan Sumatera. Sejak lama tumbuhan ini dimanfaatkan penduduk setempat sebagai pengobatan alami untuk berbagai penyakit, seperti sebagai antimalaria, antipiretik (mengurangi demam), dan tentu saja afrodisiak. 

Penelitian Journal of the International Society of Sports and Nutrition menyatakan tanaman ini bisa meningkatkan testoteron dalam tubuh hingga 37%.

Kemudian ada purwaceng, tumbuhan yang subur kembang biak di Dieng ini sudah berabad lampau dipercaya sebagai Viagra-nya orang Jawa. Tempat lain yang dilaporkan purwaceng juga tumbuh adalah Pegunungan Hyang (dikenal juga sebagai suripandak abang) dan Pegunungan Tengger (dikenal sebagai gebangan dhepok). Usaha-usaha untuk memperbanyak dan budidaya mengalami kesulitan karena tumbuhan ini sulit menghasilkan biji.

Tumbuhan ini terkenal di kalangan ningrat kerajaan. Konon, para raja Jawa rajin minum jamu olahan purwaceng ini agar dapat meladeni selir-selir mereka yang jumlahnya tak terhitung jari. 

Pastinya urusan jamu bukan melulu soal keperkasaan di atas ranjang. Nusantara kita punya sejarah panjang dan dalam soal ramu-meramu bahan-bahan alami untuk dijadikan obat dengan berbagai guna. Dari pencegahan hingga pengobatan, dari keperkasaan hingga kecantikan. Tanah subur Nusantara, seperti yang dinyanyikan Koes Ploes, di mana tongkat kayu jadi tanaman, menyediakan bahan alami yang melimpah ruah.

Tradisi di zaman serba cepat

“Nggak, ribet soalnya”, begitu jawaban singkat yang diberikan ketika saya bertanya ke beberapa orang, apakah mereka menjadikan jamu sebagai pilihan utama, baik sebagai obat maupun suplemen penambah daya tahan tubuh. Sulit dipungkiri, di zaman yang membutuhkan segala sesuatu cepat saji, jamu seolah menjadi hal yang tak diinginkan.

Kecenderungan tersebut dibenarkan oleh dr. Astrid Tilaar, MSi., dalam obrolan kami. dr. Astrid sebagai pakar jamu untuk estetika membenarkan bahwa masyarakat masih mempersepsikan jamu sebagai sesuatu yang “ribet” serta terkesan kuno, sehingga mereka lebih memilih sesuatu yang siap saji dan terkesan modern. 

Astrid Tilaar, keponakan dari pengusaha kosmetik Martha Tilaar yang bergerak di bidang jamu dan estetika penampilan.

“Kalau kita mau melihat lebih jeli, banyak bahan-bahan obat alami yang bisa kita olah sendiri dan sudah ada di dapur kita. Jamu memang tidak bekerja seperti obat kimia modern, lebih ke pencegahan serta penyembuhan bertahap. Namun bila kita telateni, dampaknya bagus untuk kesehatan kita jangka panjang”, tutur dr. Astrid.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati terbesar di dunia, memiliki sekitar 30 ribu jenis tanaman dan hewan yang berpotensi untuk dijadikan obat, dimana sekitar tiga ratus diantaranya telah diracik menjadi jamu sejak zaman nenek moyang. Tradisi ratusan tahun ini tercatat dibanyak manuskrip walau sebagian besar ditularkan melalui kebiasaan dan informasi lisan.

“Sebagai produk budaya, jamu bisa kita lihat sebagai identitas kita sebagai sebuah bangsa. Nilai-nilai kearifan lokal terkandung di dalamnya, dan lebih jauh lagi – jamu memberikan kita pengetahuan mendasar mengenai kesehatan”, ujar dr. Astrid.

Indonesia punya sekitar 30 ribu tanaman dan hewan yang berpotensi untuk dijadikan obat.

Perkara istilah Vs Pemasaran

Tetapi, apa sesungguhnya jamu itu? Apakah definisinya sesederhana ramuan kesehatan yang dibuat dari bahan-bahan alami? Bila iya, apakah kita bisa kategorikan infuse water ke dalam kategori jamu? Atau jangan-jangan, infuse water memang jamu dan kita sudah mengkonsumsinya sejak dulu?

Dokter Astrid menuturkan, bahwa jamu bukan hanya dari bahan nabati, tetapi juga hewani. Kemudian, jamu bukan hanya disajikan dalam bentuk minum, tetapi juga oles dan hirup. Oleh karena itu, terapi aroma juga bisa dikategorikan sebagai jamu. Menurut dr. Astrid, di beberapa rumah sakit jiwa di Amerika, mereka sudah menggunakan terapi aroma alami bagi pasien-pasien mereka. 

Pengertian jamu dalam Permenkes No. 003/Menkes/Per/I/2010 adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan serian (generik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (Biofarmaka IPB, 2013). Dalam kata lain, jamu adalah bahan obat alam yang sediannya masih berupa simplesia sederhana, seperti irisan rimpang, akar, kulit dan daun kering. Bisa dikatakan sebagai jamu bila telah digunakan oleh lebih dari tiga generasi.

Pada tingkat selanjutnya ada yang disebut sebagai Obat Herbal Terstandar (OHT) - obat tradisional yang telah teruji berkhasiat secara pra-klinis (terhadap hewan percobaan), lolos uji toksisitas akut maupun kronis, terdiri dari bahan yang terstandar (Seperti ekstrak yang memenuhi parameter mutu), serta dibuat dengan cara higienis.

Kemudian di kelas tertinggi, disebut sebagai Fitofarmaka - obat tradisional yang telah teruji khasiatnya melalui uji pra-klinis (pada hewan percobaan) dan uji klinis (pada manusia), serta terbukti aman melalui uji toksisitas, bahan baku terstandar, serta diproduksi secara higienis, bermutu, sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Istilah-istilah ini mungkin perlu diketahui walau pada realitanya, konsumen tidak akan menaruh perhatian lebih. Pertarungan kita akan produk-produk berbahan alami dari Indonesia adalah soal kemasan dan pemasaran. Hal itu diungkapkan oleh dr. Astrid. 

Simbol-simbol yang menyatakan kualitas pengujian dan produksi obat-obatan tradisional.

Bicara kualitas, hasil olah produk Indonesia tentu dapat bersaing di kancah dunia, namun perkara branding serta prestise masih jadi persoalan mendasar. Hal ini juga yang berpengaruh pada persepsi masyarakat akan produk-produk berbahan alamidari Indonesia yang masih dikesampingkan, dibanding, sebut saja merk semacam Body Shop. 

“Kita lumayan tertinggal di penelitian serta pengembangan untuk melahirkan inovasi-inovasi yang dapat mengangkat produk kita menjadi pilihan utama konsumen. Tak bisa dipungkiri, derasnya produk luar negeri, utama Korea di beberapa tahun terakhir ini, cukup menggoyahkan pasar domestik”, ungkap dr. Astrid.

Di Indonesia, sejak 2009 telah berdiri Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI) yang dimaksudkan sebagai jembatan penelitian serta pengembangan herbal medik di Indonesia, utamanya kepada pihak pemerintah yang bagaimanapun memiliki tanggung jawab besar dalam memajukan dunia herbal medik Indonesia melalui paket-paket regulasi yang mendukung dengan visi jangka panjang.

“Jamu serta dunianya harus kita jadikan gaya hidup, melalui berbagai aktivitas yang dapat memberikan pengetahuan yang komprehensif untuk masyarakat. Menanggalkan paradigma lama jamu yang seolah kuno, hanya untuk orang tua, diiringi perbaikan branding serta pemasaran yang relevan pada kebutuhan zaman”, tutup dr. Astrid.