Logo Spektakel

Home > Opini >

Nelayan Dan Petani Cilacap Yang Bertahan

Nelayan Dan Petani Cilacap Yang Bertahan

"Kehidupan nelayan itu keras. Kalau sampai terjadi pengangguran besar-besaran, mungkin penjarahan akan terjadi di mana-mana".

Debur ombak terus menghajar pantai, angin cukup keras. Siang itu terik matahari seperti biasanya melukis warna kulit menjadi legam. Kapal-kapal nelayan ukuran kecil bersandar, tidak terlihat banyak kesibukan. Satu-dua kapal kecil melintas membawa barang, di kapal bersandar terlihat ada yang memancing, ada yang beberes, ada yang memeriksa jaring. Suasana pantai Pantai Tegal Kamulyan, Cilacap Selatan - terlihat seperti biasanya.

Kabar wabah Covid-19 yang tengah melanda tentu telah sampai ke telinga penduduk Tegal Kamulyan. Himbauan untuk tidak bepergian, keluar rumah, dan tidak berkerumun sudah disampaikan oleh aparat desa. Sebagian orang mungkin bisa menjalani anjuran tersebut, namun tidak bagi seorang nelayan.



Sebut Yunus, pria usia 25 tahun yang sehari-harinya bekerja sebagai nelayan ini tak mungkin menjalani himbauan tersebut. Ia harus menjalani aktivitas melaut setiap hari agar dapur rumah tetap mengepul.  Tapi sembari guyon, Yunus mengatakan kalau anjuran tidak berkerumun atau menghindari keramaian mudah untuk ia lakoni karena ketika melaut, ia hanya berdua saja bahkan sering sendirian.

"Berangkat pagi, sampai tengah laut, njaring cari ikan. Kalau dapat ikan dirasa cukup ya balik ke rumah", ungkapnya.

Belakangan ini, harga ikan jadi menurun. Mungkin karena dampak wabah Covid-19, walau Yunus juga tidak yakin betul akan hal tersebut adalah penyebabnya. Apapun itu, kondisi ini tentu berpengaruh pada kehidupan keluarganya. Yunus harus menghidupi 2 anak yang masih kecil dan istri yang dicintainya. Ikan hasil tangkapan dijual di tempat pelelangan ikan, sebagian disisihkan untuk makan di rumah.



Kondisi sulit ini tak lantas membuat pria bernama lengkap Mei Tri Yono lantas menyerah. Dirinya tetap bekerja keras seperti biasa, tak mau ia sampai menganggur. Ketika ditanya apa jadinya jika kondisi krisis saat ini membuat pemuda-pemuda seusianya menganggur, jawabannya cukup memprihatinkan.

"Kehidupan nelayan itu keras. Kalau sampai terjadi pengangguran besar-besaran, mungkin penjarahan akan terjadi di mana-mana", jelasnya sambil merapihkan kapal.

* * *

Suasana bekerja juga tetap terlihat di areal persawahan. Sawah Banterja misalnya, adalah salah satu pesawahan yang paling produktif di Cilacap. Terletak di Desa Datar, Kecamatan Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap, areal sawah ini tidak mengenal musim hujan ataupun kemarau, digarap sepanjang tahun dengan hasil bagus , oleh sebab sumber air yang melimpah dari sungai Cikawalon.



Sawah yang sudah berusia 140 tahun ini dikelola turun temurun dan hari ini Pak Kaslan (55) bersama istri, anak, serta cucu - mengelola sawah tersebut. Pak Kaslan adalah keturunan ke-4 dari keluarga pengelola sawah Banterja. Keseharian Pak Kaslan di sawah hingga saat ini, seolah menunjukan bahwa dirinya dan keluarga tidak terpengaruh dengan persoalan wabah Covid-19.

"Aktivitas petani tetap berjalan seperti biasa. Di sawah sudah terbiasa panas-panasan", ungkap Pak Kaslan.



Serupa dengan ucapan Pak Kaslan, masyarakat petani di Desa Bantar sepertinya tidak terpengaruh oleh persoalan wabah virus. Berita yang mereka saksikan di televisi atau baca di surat kabar, hanya membuat mereka menjadi tambah linglung. Ke sawah untuk mengurus padi, atau melaut untuk menangkap ikan seperti yang Yunus lakukan, adalah obat mujarab bagi mereka.