Meski Grup Lodama fokus pada pelestarian budaya masyarakat Dani, mereka tak akan keberatan melakukan berbagai eksperimen, mencari hasil terbaik yang dapat ditampilkan. Perpaduan kreasi yang mungkin dapat dimasukkan ke dalam ranah seni kontemporer.
Para penari ini berasal dari kumpulan orang yang menamakan diri mereka Grup Lodama. Grup berbasis laku seni budaya masyarakat Dani. Mereka bermarkas di Distrik Kurulu yang terletak tak jauh dari Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua.
Grup Lodama berdiri satu dekade lalu pada bulan Juni 2009. Saat ini Grup Lodama dipimpin oleh Bernat Mabel. Anak laki-laki tertua dari mendiang Elia Mabel, kepala suku yang cukup disegani semasa hidupnya.
Lodama merupakan kependekan dari Loga, Dabi, dan Mabel. Tiga marga besar yang menjadi fundamental bagi pembentukan grup. Ketiga marga asli Dani ini memang banyak hidup tersebar di Distrik Kurulu.
Tentu saja grup Lodama tidak hanya menampung penyandang nama ketiga marga tadi. Kepada siapa pun warga sekitar Kurulu yang ingin bergabung untuk mengekspresikan kecintaan pada kesenian dan budaya suku Dani, Grup Lodama membuka diri.
Sekarang tercatat ada 50an orang yang menjadi anggotanya, mulai dari mereka yang masih anak-anak hingga orang-orang tua berusia lanjut. Kebanyakan berasal dari Kampung Obia dan Kimima.
Didimus Mabel, ikon Grup Lodama.
Meski Grup Lodama fokus pada pelestarian budaya masyarakat Dani, mereka tak lupa untuk terus melakukan eksplorasi tentang hal-hal lain yang bisa disangkut pautkan dengan budaya tradisi mereka sepanjang hal tersebut masih dalam lingkaran laku seni budaya Dani.
Mereka tak akan keberatan melakukan berbagai eksperimen, mencari hasil terbaik yang dapat ditampilkan. Perpaduan kreasi yang mungkin dapat dimasukkan ke dalam ranah seni kontemporer.
Ada beberapa tarian yang telah mereka ciptakan sendiri. Biasanya untuk ikut berkompetisi dalam lomba tari berbasis tradisi dalam Festival Lembah Baliem. Festival akbar tahunan yang menjadi kebanggaan masyarakat Lembah Baliem. Di ajang tersebut, selain tari-tarian, berbagai seni budaya tradisi milik orang Baliem juga dipertandingkan, mulai dari tari perang yang bersifat kolosal, kemahiran individual bermain alat musik lokal, hingga lomba balap babi.
Keseriusan Grup Lodama sering diganjar kemenangan dalam berbagai kompetisi. Hampir setiap tahun mereka ikut berjajar di depan bersama para pemenang lain untuk menerima hadiah.
Sehari-harinya para anggota Grup Lodama berpakaian biasa seperti masyarakat lainnya. Namun jika mereka dituntut untuk tampil, sesegera mungkin pakaian modern diganti dengan berbagai atribut asli masyarakat Dani. Atribut-atribut tersebut wajib hukumnya bagi mereka untuk dikenakan dengan benar. Jika kamu ada di sana saat mereka berganti pakaian, maka perubahan akan terlihat jelas. Wibawa dan karisma terpancar lebih cemerlang saat mereka berbalut busana tradisi.
Dagu mereka terangkat, tak lagi menempel di leher. Sinar mata pun entah bagaimana terlihat lebih cerah. Gestur yang biasa kita lihat dari para pemenang.
Anggota Grup Lodama tengah mempertunjukan metode memasak tradisional mereka: Bakar Batu.
Selain berbagai penghargaan yang mereka terima dalam kompetisi tradisi lokal, dedikasi mereka juga dihargai melalui semakin maraknya kedatangan wisatawan ke Kampung Obia, markas grup Lodama. Wisatawan berdatangan untuk melihat bagaimana seharusnya budaya masyarakat Dani ditampilkan.
Adegan Perang suku, metode Bakar Batu, tari Etai, hingga cara membuat aksesoris tradisional. Semua tak segan untuk ditunjukkan. Karuan grup Lodama mendapat tambahan rezeki. Pengelolaan rezeki yang tetap berbasis komunitas. Selalu ada sebagian yang disisihkan untuk rumah ibadah, anggota yang tertimpa musibah, bahkan hingga kaum tak mampu di lingkungan mereka.
Setelah semua hal tadi purna, barulah sisanya dibagi kepada para anggota, tergantung jumlah kehadiran saat mereka tampil.
Bersama wisatawan yang mampir ke Kampung Obia.
Selain Grup Lodama ada 2 kelompok lagi di seputar Wamena yang masih teguh berusaha melestarikan budaya tradisi masyarakat Dani. Berarti hanya ada 3 kelompok saja untuk seluruh bagian Kabupaten Jayawijaya yang terdiri dari 40 distrik - daerah setingkat kecamatan. Itu pun dengan 2 kelompok berpusat di Distrik Kurulu, 1 kelompok lainnya berasal dari Distrik Siepkosi.
Sisi buruknya, terlihat dengan jelas pola yang sama terjadi juga di Lembah Baliem. Pola-pola yang menganggap bahwa budaya tradisi bukan sesuatu yang serius. Baiknya dipraktekkan saat ada perayaan massal saja. Dibuat untuk kosmetik sudah cukup. Tak perlu mengalir dalam darah untuk dipompa jantung ke sekujur tubuh kemudian pecah menjadi keringat kepuasan.
Tetapi ada sisi baiknya, kompetisi untuk tampil dan dihargai menjadi tidak ketat. Mereka yang secara serius menekuni budaya tradisi mendapat berkahnya tersendiri. Meski belum membawa kemakmuran ekonomi bagi individu anggotanya, paling tidak secara kemasyarakatan mereka “sejahtera”. Mempunyai misi bersama yang dapat dipahami. Berpegang pada tonggak kuat untuk menghadapi derasnya modernitas. Satu tonggak bernama tradisi dengan lestari sebagai misi.
Apapun metode pelestarian tradisi ataupun pencarian bentuk baru ekspresi seni budaya bagi grup Lodama, dasar mereka melakukan ini semua adalah kesenangan semata. Senang berekspresi melalui jalan seni budaya. Hasil merupakan suatu proses yang sinambung, laku adalah prinsip utama.
Demikian mungkin yang dapat disarikan dari kegiatan grup Lodama. Grup yang mayoritas anggotanya bertani atau berternak ini.